Menjalani tahun 2023, saya memiliki resolusi untuk mulai berangkat dan pulang kerja menggunakan angkutan umum seperti kereta ataupun TranJakarta.
Ketika mulai berangkat kerja dengan kereta, saya teringat akan seorang sosok CEO yang dahulu tiap ke kantor selalu menggunakan jasa kereta juga. Dia adalah M. Andy Zaky, CEO dari kantor lama saya yaitu Teknopreneur.
Namun bukan seputar naik keretanya yang menghampiri ingatan saya. Ada satu kisah menarik yang saya dapatkan dari beliau khususnya di akhir-akhir perpisahan saya dengannya.
Meski bukan alasan utama, saya mengundurkan diri dari Teknopreneur ketika perusahaan sedang memiliki masalah internal yang agak rumit. Bahkan ada masanya kami harus ‘numpang bekerja’ di kantor lain.
Di momen itu, semua karyawan panik dengan asumsinya masing-masing. Hanya satu orang yang masih terlihat tenang walaupun tentu tekanan pasti datang lebih besar kepadanya. Tentunya dia adalah Pak Zaky, yang sejak awal menjadi tokoh utama dalam tulisan ini.
Hal yang paling berkesan adalah ketika akhirnya kami semua bertemu dengannya, dan kemudian dia meminta kami untuk tetap tenang dan jangan terlalu fokus pada masalah ini. Loh, kenapa justru kita engga boleh memikirkan ini?
Beliau melanjutkan bahwa keriuhan ini adalah eksternal problem kami, di luar dari jangkauan kami. Yang harusnya kami fokuskan adalah internal problem kami, apa yang bisa kami perbuat dan perbaiki, itulah yang harus lebih difokuskan.
Eksternal Problem dan Internal Problem, Apa Bedanya?
Sontak perkataan itupun membuat kami terdiam dan mengangguk. Saya sendiri serasa menemukan kosakata baru yaitu internal problem dan eksternal problem.
Hal yang belum pernah saya pikirkan sebelumnya namun kini nyaris membuat hidup saya lebih tenang manakala ada masalah.
Hidup ini sejatinya adalah sebuah garis waktu yang diisi oleh berbagai macam keadaan, salah satunya adalah masalah. Yang sering terlupakan adalah, tidak semua masalah harus kita hadapi, tidak semua masalah harus kita selesaikan, dan tidak semua masalah ditujukan untuk kita.
Oleh karena itu, penting untuk dapat mengidentifikasi masalah menjadi internal problem, yaitu masalah yang bisa kita selesaikan, ditujukan untuk kita, maupun yang bisa kita jangkau. Dan ada pula eksternal problem, yaitu masalah yang di luar kapasitas kita untuk mengerti, menyelesaikan, atau sekadar memikirkan solusi.
Mari kita ambil contoh dari fenomena tech winter di penghujung tahun 2022 dimana banyak perusahaan -khususnya startup teknologi- yang merumahkan karyawannya. Sebagai seorang pekerja, di mana fokus kita?
Jika Anda fokus kepada kenapa perusahaan-perusahaan itu collapse, bagaimana cara agar investor berdatangan untuk menanam modal lebih ke startup, atau bahkan mencari solusi bagaimana menciptakan lapangan kerja untuk ribuan orang yang dirumahkan ini, maka Anda salah fokus!
Hal yang harus kita fokuskan terlebih dahulu adalah bagaimana Anda membangun value Anda sehingga bila berhenti dari satu perusahaan yang collapse, masih ada sepuluh perusahaan lain yang berebut untuk mendapatkan Anda.
Jadi, jika berada di posisi demikian -semoga tidak ya-, daripada Anda sibuk memikirkan untuk membangun kembali ekonomi negeri yang mana itu adalah tugasnya para menteri, lebih baik Anda mulai membangun portofolio, personal branding, dan lainnya. Supaya perusahaan yang masih bertahan dan tumbuh, bisa menemukan Anda dan memberikan Anda posisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Pada akhirnya, masalah pasti selalu datang selama kita masih menghembuskan nafas di bumi ini. Yang paling penting adalah bukan bagaimana masalahnya, namun bagaimana cara kita menyikapinya.